Bingkailah segala nikmat yang Anda miliki sekecil dan sesederhana apapun dengan tasyakur kepada-Nya, agar semuanya menjadi bermakna.
ORANG-orang arif mengatakan bahwa sesuatu yang tidak bisa lepas dari kehidupan manusia sejenak pun adalah kenikmatan. Namun meskipun setiap waktu kenikmatan senantiasa memayungi kehidupan kita, persoalannya acapkali pula kita melupakan Tuhan Sang Pemberi nikmat. Kalau demikian, bagaimanakah caranya mensyukuri segala karunia Tuhan tanpa melupakan-Nya? Saya akan meminjam perspektif ulama besar Turki, Bediuzzaman Said Nursi, dalam membingkai hakikat tasyakur terhadap nikmat, setidaknya dalam tiga aspek.
Pertama, kesadaran kita kepada Sang Pemberi nikmat jauh lebih berharga ketimbang bentuk nikmat itu sendiri, betapa pun besar dan banyaknya pemberian tersebut. Alasannya, karena kita mengetahui bahwa Allah Yang Maha Agung dan Maha Sempurna masih sangat perhatian dan peduli kepada kita, hamba yang lemah dan hina dina ini. Pemberian-Nya itu, bagaimanapun kecilnya, merupakan bukti kepedulian dan perhatian-Nya terhadap kita. Kita merasa amat bahagia sebab mendapatkan kehormatan dari-Nya dengan karunia yang tak terhingga. Bukan semata-mata anungerah-Nya, melainkan lebih dari itu perhatian-Nya. Kesadaran ini menjadikan kita merasa amat istimewa.
Ilustrasinya begini, ketika seorang raja yang agung memberi Anda sebuah delima, maka kegembiraan Anda karena mendapatkan kehormatan dari baginda raja tentu akan jauh melampaui kesenangan material seratus, seribu, bahkan sejuta delima. Di sini Anda merasa berharga dengan kepedulian sang raja, bukan karena delima semata. Bagaimana Anda tidak senang kalau seorang raja yang agung dan mulia masih mau memperhatikan Anda sebagai rakyat jelata dengan karunianya?
Sekarang coba bayangkan keagungan Allah! Dia adalah Raja dari segala raja. Dia merajai semesta alam raya. Dia Maha Paripurna dengan segala ciptaan dan kreativitas-Nya; Dia Maha Sempurna dalam semua kasih sayang, cinta, dan karunia-Nya. Sungguh, segala kesempurnaan yang dimiliki oleh seluruh manusia, para malaikat dan golongan jin hanyalah bayangan redup atas kesempurnaan-Nya yang tidak bisa diperbandingkan!.
Nah lihatlah, Tuhan Yang Maha Sempurna dengan segala sifat, kreasi, dan tindakan-Nya itu ternyata masih sangat peduli kepada kita seorang hamba yang lemah, fakir, dan tidak berarti ini dengan mengaruniai kenikmatan. Dan sudah berapa banyak kenikmatan yang Dia berikan kepada kita? Mampukah kita menghitung anugerah-Nya? Bukankah kita merasa amat senang dan bahagia sekali mendapat penghormatan dari Allah dengan semesta pemberian-Nya? Maka pernyataan rasa syukur kita atas segala kenikmatan yang Allah anugerahkan kepada kita dengan ucapan alhamdulillah itu jauh lebih bernilai dari pada wujud material kenikmatan itu sendiri. Di sini, kebahagiaan kita disebabkan kita tahu Siapa yang memberi.
Kedua, seluruh instrumen yang digunakan untuk bersyukur kepada Allah, pada saat itu juga akan menjadi mulia dalam pandangan-Nya. Lisan yang Anda gunakan untuk berzikir kepada Allah, akan menjadi agung dalam penglihatan-Nya; kedua tangan dan kaki yang Anda tasarufkan untuk menolong orang lain, akan menjelma tangan dan kaki yang mulia dalam perspektif-Nya; dan semua elemen tubuh yang Anda manfaatkan dalam beribadah kepada Allah, akan menjelma tinggi derajatnya bagi Allah, tidak peduli betapa jelek dan hinanya tubuh Anda dalam penglihatan kebanyakan manusia.
Sebaliknya, sampai di sini ada sebuah konsekuensi kontradiktif yang logis: seorang manusia yang tidak memanfaatkan tubuhnya dalam bersyukur kepada Tuhannya, niscaya tubuh itu akan berubah sangat hina dan kotor dalam pandangan Allah, meskipun ia terlihat indah, mempesona, dan begitu memikat dalam tatapan kebanyakan manusia secara lahiriah.
Dalam pengertian inilah Al-Quran mengikrarkan dengan tegas sekali, Wahai orang-orang yang beriman sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis (QS. 9 : 28). Sebagian orang Eropa / Barat yang musyrik itu dengan tatapan lahiriah, kita melihat betapa tubuh mereka bersih dan amat mempesona, baik kaum prianya maupun kaum wanitanya. Tapi mengapa Al-Quran mendeklamasikan bahwa mereka itu najis? Karena mereka menggunakan badan mereka bukan untuk bersyukur kepada Allah dalam ketaatan, melainkan justru bermaksiat dan durhaka.
Ketiga, ketika kita mengungkapkan tasyakur kepada Allah atas nikmat yang telah Dia berikan kepada kita, sekecil apapun kenikmatan tersebut, niscaya ia akan menjelma dalam bentuk nilai surgawi yang agung. Pujian kita akan membuahkan cahaya pahala surgawi dalam bentuk yang benar-benar intrinsik bukan metaforik. Sesuap nasi dan seteguk minuman sederhana yang Anda nikmati dengan dimulai ucapan basmalah dan diakhiri dengan alhamdulillah, bukan cuma memberikan Anda kelezatan jasmaniah, melainkan juga akan menghasilkan kepuasan rohaniah dengan pahala surgawi di sisi Allah. Selembar pakaian biasa yang bersahaja yang Anda gunakan untuk besyukur dengan beribadah kepada-Nya, niscaya pakaian itu akan menghasilkan cahaya yang menerangi kegelapan di alam barzah dan akhirat kelak, sekalipun satu waktu baju itu akan hancur tak berbekas.
Makna yang ketiga ini pun ada konsekuensinya yang bersifat kontradiktif: Segala kenikmatan betapa pun besar, banyak, indah, dan mahalnya kenikmatan itu, tanpa dibarengi rasa syukur kepada Allah Sang Pemberi Anugerah, maka semua itu menjadi nista tak bernilai sama sekali. Makanan mahal yang bernama Pizza Hut atau Humburger yang Anda nikmati tanpa disertai kesadaran tasyakur kepada Tuhan, sungguh nilainya tidak lebih dari benda yang dimakan dan menjadi kotoran menjijikkan yang dikeluarkan, kendati makanan itu terasa enak ditenggorokan Anda.
Sebuah mobil babybenz, mercy, atau BMW yang paling mahal harganya sekalipun yang pemakaiannya tidak disertai ungkapan tasyakur kepada Allah, maka semuanya akan menjadi mobil duniawi yang satu waktu pasti mengalami kerusakan dan menjadi barang rongsokan tanpa memiliki nilai ukhrawi dibalik alam dunia, tidak lebih dari itu. Kenapa demikian? Pentasarupan barang-barang mahal itu hampa dari hembusan kesadaran transendental kepada Yang Empunya hakiki sehingga tidak mempunyai nilai spiritual di akhirat nanti. Karena itu, bingkailah segala nikmat yang Anda miliki sekecil dan sesederhana apapun dengan tasyakur kepada-Nya, agar semuanya menjadi bermakna, semoga. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar